DPRD Lampung Bahas Skema Baru Dana Pendidikan, Komite Sekolah Jadi Sorotan

Anggota Komisi V DPRD Lampung menerima Audiensi Mahasiswa Magister FKIP Unila.

Otentikindonesia.com – Ketua Komisi V DPRD Provinsi Lampung, Yanuar Irawan, mengatakan pihaknya masih membahas skema pembiayaan pendidikan tingkat SMA/SMK dan SLB negeri, terutama terkait dana komite yang selama ini menjadi beban bagi masyarakat.

“Ini sedang kami bahas sambil mengejar waktu penerimaan siswa baru. Harapannya, begitu proses PPDB selesai, pembahasan skema ini juga rampung,” kata Yanuar disaat bersama Mahasiswa Magister FKIP Unila pada Senin, (16/6/2025)

Menurut Yanuar, penghapusan pungutan komite untuk sekolah negeri sedang dikaji.

“Yang swasta belum kita bahas. Fokus kita sekarang ke sekolah negeri, yang anggarannya mencapai sekitar Rp180 miliar,” ujarnya.

Ia mengakui, persoalan ini tidak sederhana. Di tengah defisit anggaran dan kebijakan efisiensi pemerintah daerah, DPRD perlu merumuskan kebijakan yang adil dan berkelanjutan.

“Kalau kita hapuskan semua tanpa solusi anggaran pengganti, kualitas pendidikan justru bisa menurun,” ucapnya.

Yanuar juga menyinggung kontroversi lama soal sekolah gratis. Ia menilai, istilah “gratis” seharusnya diganti dengan “subsidi”.

“Sejak 2014 saya sampaikan, sekolah itu mestinya disubsidi, bukan gratis. Karena kondisi ekonomi tiap daerah berbeda,” ujarnya.

Ia mencontohkan, di sekolah favorit seperti SMA Negeri 10 Bandar Lampung, yang banyak diisi siswa dari keluarga mampu, aturan sekolah gratis justru tidak adil.

“Anak-anak dari keluarga kaya pun ikut menikmati gratis. Padahal, anak-anak di kampung pakai seragam dan sepatu seadanya,” katanya.

Mengenai dana komite, Yanuar menjelaskan, regulasi yang berlaku sebenarnya memperbolehkan sumbangan sukarela.

“Tapi masalahnya, kalau tidak ditentukan nominalnya, tidak ada yang menyumbang. Mau nyumbang sedikit malu, nyumbang banyak tak sanggup,” ujarnya.

Ia menyebut, dulu DPRD sudah menetapkan batas maksimal sumbangan: Rp3 juta untuk sekolah di Bandar Lampung, dan Rp1,2 juta untuk daerah lain.

“Itu setara Rp100 ribu per bulan. Tapi praktiknya, masih banyak laporan pungutan berlebihan,” ucapnya.

Sementara itu, Dinas Pendidikan Lampung sempat menerbitkan kebijakan yang menggratiskan ijazah. Namun Yanuar menilai, implementasinya tidak berjalan ideal.

“Kalau diumumkan semua gratis, yang mampu pun jadi enggan membayar. Akhirnya sekolah yang jadi korban,” katanya.

Ia mengaku hampir setiap hari menerima aduan warga soal ijazah ditahan karena tunggakan komite.

“Ada orang tua datang, anaknya dua tahun lulus tapi ijazah ditahan karena belum bayar lima juta lebih,” katanya.

DPRD, kata Yanuar, kini tengah mencari formula agar kebijakan pendidikan benar-benar menyentuh masyarakat tidak mampu tanpa mengorbankan mutu pendidikan.

“Kita harus berpikir menyeluruh. Jangan sampai jadi beban bagi rakyat, tapi juga jangan sampai sekolah kehilangan daya untuk meningkatkan kualitasnya,” ujarnya.

Sementara itu perwakilan mahasiswa Pasca Sarjana FKIP Unila, Eka Setiawan mengatakan, pendidikan hari ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup