Ekonomi dan Geopolitik: Proses Pendewasaan Perekonomian Indonesia demi Menunjang Ketahanan Negara
Otentikindonesia.com – Di tengah pusaran dinamika geopolitik global mulai dari konflik Rusia-Ukraina, rivalitas Amerika Serikat dan Tiongkok, hingga ketegangan di Timur Tengah Indonesia tidak bisa lagi mengandalkan pendekatan ekonomi konvensional.
Ketahanan negara di era modern tidak hanya ditentukan oleh kekuatan militer atau pertahanan fisik, melainkan juga oleh ketangguhan ekonomi nasional.
Negara yang kuat adalah negara yang mandiri secara, adaptif terhadap tantangan global, dan cerdas dalam membangun posisi tawar internasional.
Oleh karena itu, pendewasaan perekonomian Indonesia bukan lagi pilihan, melainkan keniscayaan strategis untuk menunjang ketahanan negara.
Proses ini harus bersifat transformatif, menyeluruh, dan berorientasi jangka panjang agar Indonesia mampu bertahan dan bahkan unggul dalam tatanan dunia yang terus berubah.
Dalam konteks Indonesia, berbagai risiko geopolitik telah berdampak langsung pada stabilitas nasional.
Misalnya, ketegangan di Laut Cina Selatan bukan hanya soal klaim wilayah, tetapi berimplikasi pada keamanan jalur perdagangan Indonesia yang 60% impornya melintasi kawasan tersebut.
Konflik global juga menaikkan harga energi dan pangan, menekan inflasi, serta meningkatkan risiko ketimpangan sosial yang dapat memicu instabilitas domestik.
Selain itu, ketergantungan Indonesia terhadap pasar dan teknologi luar negeri menjadikan kemandirian nasional terancam bila terjadi embargo, perang dagang, atau disrupsi pasokan.
Maka jelas, ketahanan ekonomi adalah benteng pertama dalam menjaga kedaulatan dan ketahanan negara secara keseluruhan.
Pendewasaan ekonomi yang berorientasi pada ketahanan negara tidak cukup hanya dengan pertumbuhan PDB, tetapi harus menyasar pada lima pilar utama, Pertama, Kemandirian ekonomi dalam energi dan pangan negara harus mampu memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya seperti pangan, energi, air tanpa ketergantungan berlebihan pada impor.
Ketahanan pangan harus dibangun dari sistem produksi lokal yang terintegrasi dengan distribusi digital dan berbasis desa.
Energi terbarukan harus menjadi arus utama, mengurangi dominasi energi fosil dan menekan risiko krisis energi global.
Kedua, hilirisasi dan industrialisasi berbasis sda lokal bukan hanya agenda ekonomi, tapi juga agenda geopolitik.
Dengan membangun industri pengolahan di dalam negeri, Indonesia tidak hanya meningkatkan nilai tambah, tetapi juga memperkuat bargaining power internasional.
Ini harus ditopang oleh insentif fiskal, reformasi birokrasi investasi, serta kemitraan antara BUMN dan swasta.
Ketiga, diversifikasi mitra dagang dan diplomasi ekonomi proaktif, ketahanan ekonomi tidak mungkin dibangun jika bergantung pada satu poros ekonomi global.
Indonesia perlu mengembangkan diplomasi ekonomi ke Afrika, Asia Selatan, Amerika Latin, dan Eropa Timur.
Kerja sama dagang harus diarahkan untuk memperluas pasar ekspor strategis sekaligus membuka akses teknologi dan modal.
Keempat, reformasi APBN sebagai instrumen ketahanan nasional, APBN harus dialihkan dari belanja konsumtif menjadi belanja transformatif: pendidikan vokasional, riset industri, pertahanan digital, dan pembangunan wilayah perbatasan.
Pajak harus menjadi alat pemerataan dan investasi, bukan sekadar pemasukan negara. Skema seperti Green Bond dan Sovereign Wealth Fund juga harus dioptimalkan untuk membiayai pembangunan strategis.
Kelima, transformasi SDM dan tata kelola ekonomi digital, ketahanan negara era digital ditentukan oleh kualitas SDM dan kedaulatan data.
Pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan industri strategis, seperti teknologi pertahanan, logistik pintar, dan kecerdasan buatan.
Selain itu, penguatan regulasi siber dan perlindungan data menjadi kunci dalam menjaga kedaulatan digital nasional.
Agar pendewasaan ekonomi Indonesia benar-benar menunjang ketahanan negara, berikut solusi konkret dan transformasional yang dapat dijalankan.
Pertama, Indonesia harus membangun program rantai pasok nasional untuk barang strategis (pangan, bahan bakar, komponen industri), dari hulu hingga hilir, yang terintegrasi antar wilayah dan antar BUMN.
Ini untuk mengurangi kerentanan terhadap disrupsi global.
Kedua, dana abadi ketahanan nasional (national resilience fund), sebagian cadangan devisa dan surplus APBN perlu dialokasikan ke dalam dana abadi khusus untuk sektor-sektor strategis, seperti pertahanan teknologi, logistik darurat, dan sistem early warning ekonomi.
Dana ini harus dikelola secara profesional dan transparan seperti pengelolaan SWF.
Ketiga, pemerintah perlu mendorong transformasi UMKM menjadi bagian dari ekosistem pertahanan ekonomi nasional, melalui digitalisasi, sertifikasi halal, akses ekspor, dan integrasi ke rantai pasok industri dalam negeri.
Keempat, perlu dirumuskan Undang-Undang Kedaulatan Digital yang mengatur perlindungan data strategis negara, keamanan sistem keuangan digital, dan penguatan cloud nasional.
Ini untuk mencegah intervensi asing dalam sistem ekonomi digital nasional.
Penutup: Indonesia Menuju Negara Tangguh dan Berdaulat
Geopolitik global adalah medan penuh tekanan dan kejutan. Hanya negara dengan ekonomi yang dewasa dan transformatif yang akan mampu bertahan, berkembang, dan menentukan arah sejarahnya sendiri.
Indonesia memiliki semua prasyarat menuju negara tangguh seperti sumber daya melimpah, pasar besar, SDM muda, dan posisi strategis.
Kebutuhan saat ini adalah visi, keberanian politik, serta kolaborasi nasional lintas sektor.
Ketahanan negara bukan retorika, melainkan agenda besar yang harus dibangun dari basis ekonomi yang kokoh, mandiri, dan berdaulat.
Pendewasaan ekonomi Indonesia adalah jembatan menuju masa depan yang tidak hanya stabil, tetapi juga bermartabat dan disegani di panggung dunia.
Oleh: M. Rifqy Moesa Parisi