Tertindas dan Terlindas: Badko HMI Sumbagsel Mengutuk Brutalitas Polri
Delapan puluh tahun lebih Indonesia merdeka, tetapi fakta di lapangan menunjukkan bahwa rakyat sejatinya belum benar-benar merdeka. Kemerdekaan bukan hanya persoalan simbolik mengibarkan bendera dan menyanyikan lagu kebangsaan, melainkan tentang kebebasan mengemukakan pendapat, hak untuk menyampaikan kritik, dan jaminan rasa aman bagi rakyat yang menuntut keadilan. Ironisnya, pasca perayaan Hari Kemerdekaan ke-80, justru muncul potret kelam: rakyat kembali menjadi korban kekerasan aparat.
Tragedi di Jakarta yang menimpa seorang driver ojek online yang terlindas kendaraan taktis baracuda milik Polri bukan sekadar kecelakaan, melainkan refleksi nyata bagaimana brutalitas aparat telah menanggalkan kemanusiaan. Seorang warga yang mencari nafkah dengan peluh dan keringat, justru meregang nyawa di jalanan, bukan karena kecelakaan lalu lintas biasa, melainkan akibat represi negara terhadap demonstrasi rakyat.
Pertanyaan mendasar harus kita ajukan: untuk siapa sesungguhnya aparat itu bekerja? Apakah Polri hadir untuk rakyat, ataukah mereka telah berubah menjadi benteng kekuasaan yang buta terhadap penderitaan rakyat kecil? Seorang ojol yang terlindas baracuda menjadi simbol paling tragis dari demokrasi yang kian sekarat: rakyat kecil yang bersuara ditindas, rakyat kecil yang mencari nafkah justru dikorbankan.
Badko HMI Sumbagsel mengecam dan mengutuk keras tindakan brutal aparat. Peristiwa ini adalah bukti nyata bahwa Polri gagal memahami amanat konstitusi. Demonstrasi adalah hak asasi, kebebasan berpendapat dijamin Undang-Undang, dan perlindungan rakyat adalah mandat utama kepolisian. Namun, yang terjadi justru sebaliknya: rakyat dilukai, rakyat ditindas, bahkan rakyat terlindas.
Brutalitas aparat tidak lagi bisa disamarkan dengan alasan menjaga ketertiban. Tidak ada ketertiban yang lahir dari darah rakyat, tidak ada keamanan yang berdiri di atas tubuh korban yang terinjak kendaraan taktis. Jika negara membiarkan hal ini terus terjadi, maka jelas kita sedang menyaksikan demokrasi yang berubah wajah menjadi otoritarianisme terselubung.
Kami menegaskan, kemerdekaan sejati tidak akan pernah hadir selama suara rakyat dibungkam dengan gas air mata dan kendaraan taktis, selama kritik dijawab dengan kekerasan, dan selama aparat masih menganggap rakyat sebagai musuh.
Tragedi ojol yang terlindas baracuda adalah peringatan keras: kemerdekaan kita sedang terancam, dan Polri telah kehilangan arah. Saat rakyat yang seharusnya dilindungi justru menjadi korban, maka jelas Indonesia belum benar-benar merdeka.