Arogansi Wali Kota Prabumulih, Indra Setiawan Sekum Badko HMI Sumbagsel Kritik Kebijakan Sepihak

Sekretaris Umum HMI Badko Sumbagsel, Indra Setiawan.

otentikindonesia.com, Prabumulih – Arogansi Wali Kota Prabumulih menjadi sorotan serius dari Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam Sumatera Bagian Selatan (Badko HMI Sumbagsel). Sekretaris Umum Badko HMI, Indra Setiawan, menilai kebijakan terbaru Pemkot sarat dengan sikap sepihak yang tidak mencerminkan semangat pelayanan publik. Kritik ini sekaligus membuka ruang diskusi tentang pentingnya keterlibatan masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan.

Kebijakan kontroversial tersebut memunculkan reaksi keras karena dianggap mengabaikan prinsip partisipatif. Indra Setiawan menegaskan bahwa pemerintah seharusnya hadir untuk rakyat, bukan justru menunjukkan arogansi kekuasaan. Menurutnya, tindakan sepihak akan berimplikasi negatif terhadap kepercayaan publik kepada pemerintah daerah.

Salah satu kebijakan yang disoroti adalah pencopotan kepala sekolah yang dilakukan tanpa dialog terbuka. Keputusan ini dianggap tidak proporsional dan lebih condong menguntungkan kepentingan kelompok tertentu. Situasi ini semakin memperkuat anggapan bahwa ada kecenderungan otoriter dalam kepemimpinan Wali Kota Prabumulih.

Indra Setiawan menilai arogansi Wali Kota Prabumulih dalam kebijakan tersebut menciptakan kegelisahan sosial. Ia menegaskan bahwa langkah tersebut tidak hanya merugikan individu, tetapi juga berdampak pada kualitas pelayanan publik di bidang pendidikan. Jika kondisi ini dibiarkan, akan muncul gejolak sosial yang merusak keharmonisan masyarakat.

Badko HMI Sumbagsel menekankan pentingnya ruang partisipasi yang lebih luas. Mereka mengingatkan agar pemerintah tidak semena-mena dalam memutuskan kebijakan strategis. Indra menyebut bahwa kepemimpinan sejati adalah kepemimpinan yang mendengarkan, bukan menutup diri dari kritik dan masukan.

Kekecewaan mahasiswa terhadap arogansi Wali Kota Prabumulih juga dilatarbelakangi oleh semangat reformasi birokrasi. Indra menyebut bahwa apa yang dilakukan Pemkot bertolak belakang dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Hal ini berbahaya karena dapat mengikis legitimasi pemerintah di mata rakyat.

Dalam pernyataannya, HMI Sumbagsel menegaskan komitmen untuk mengawal isu ini hingga ke tingkat nasional. Mereka menilai bahwa jika kebijakan tidak segera dievaluasi, maka akan menimbulkan preseden buruk bagi pemerintahan daerah lain. Keberanian mahasiswa untuk bersuara menjadi tanda bahwa kontrol publik masih berjalan.

Arogansi Wali Kota Prabumulih yang disorot Indra Setiawan menjadi refleksi penting bagi praktik kepemimpinan daerah. Sorotan mahasiswa membuktikan bahwa suara kritis tetap dibutuhkan dalam menjaga keseimbangan antara rakyat dan penguasa. Jika ruang dialog segera dibuka, peluang untuk memperbaiki kebijakan masih sangat mungkin dilakukan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup