Ultimatum Keras HMI Korkom UIN Palembang: Stop Kekerasan atau Sejarah Reformasi Akan Terulang

Rohman Ketua Umum Terpilih HMI Koorkom UIN Palembang. Dokumentasi: Istimewa

Palembang – Gelombang demonstrasi nasional pada 25–29 Agustus 2025 yang mengguncang berbagai kota di Indonesia disebut sebagai sinyal keras kemarahan rakyat terhadap pemerintah. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Koordinator Komisariat Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang menegaskan bahwa aksi tersebut murni lahir dari aspirasi mahasiswa, aktivis, masyarakat sipil, buruh, pengemudi ojek online, dan petani, bukan ditunggangi kepentingan politik.

Ketua Umum HMI KORKOM UIN RF Palembang terpilih, Rohman, menuding pemerintah gagal mengurus negara hingga memicu kemarahan publik. Ia juga mengecam keras tindakan represif aparat kepolisian terhadap massa aksi.

“Aparat kepolisian bukanlah musuh masyarakat. Mereka adalah pengayom dan pelindung hak-hak warga yang dijamin UU No. 2 Tahun 2002. Kekerasan terhadap mahasiswa dan jurnalis, penggunaan gas air mata, dan penodongan senjata adalah bukti ketidakmampuan aparat mengelola situasi secara profesional dan humanis,” ujar Rohman dengan nada tegas.

Menurutnya, kekerasan aparat yang terjadi di Jakarta, Bandung, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, dan Semarang bukanlah kebetulan, melainkan akibat kegagalan pemerintah memenuhi tuntutan rakyat secara fundamental.

Sebagai respons, HMI KOORKOM UIN RF Palembang akan menggelar aksi lanjutan di Simpang Lima DPRD Provinsi Sumatera Selatan dan Polda Sumsel pada 1 September 2025. Mereka juga mengeluarkan ultimatum tegas kepada Kapolri dan Kapolda Sumsel:

1. Mengecam sikap Kapolri yang dinilai berlebihan dalam menangani demonstrasi, termasuk dugaan instruksi darurat militer terhadap massa, yang dianggap bertentangan dengan UU No. 2 Tahun 2002.

2. Menegaskan hak demonstrasi sebagai hak asasi warga negara yang dijamin konstitusi. Kepolisian diminta menjadi pengayom, bukan alat penindas rakyat.

3. Mendesak Kapolda Sumsel mengusut dan memberi sanksi tegas kepada aparat yang terbukti melakukan kekerasan terhadap massa aksi. Jika tidak, kepolisian dianggap gagal menjalankan amanat reformasi.

4. Meminta aparat bersikap profesional, menghentikan segala bentuk represifitas, termasuk penodongan senjata. Setiap aksi harus dikawal dengan pendekatan persuasif dan humanis.

5. Menegaskan komitmen HMI untuk terus berada di garda terdepan memperjuangkan hak dan keadilan rakyat serta melawan penyalahgunaan kekuasaan.

Rohman menegaskan, jika pemerintah dan aparat tidak segera merespons tuntutan rakyat, potensi gelombang Reformasi Jilid II tidak bisa dihindari.

“Jangan sampai pemerintah memancing amarah rakyat lebih jauh. Kami tegaskan, HMI akan berdiri paling depan membela rakyat tertindas dan melawan segala bentuk kedzaliman,” tegasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup