Perlindungan Pekerja Migran Dinilai Masih Lemah di Tengah Gencarnya Penempatan ke Luar Negeri

Abdul Kadir Karding. Foto: Ist

Jakarta — Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI), Abdul Kadir Karding, kembali menjadi sorotan publik usai meluncurkan berbagai inisiatif yang diklaim sebagai upaya memperkuat perlindungan bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI). Sejumlah langkah diambil, mulai dari menggandeng Polri untuk memberantas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), merintis pendirian Migrant Center bersama universitas, hingga menyoroti kasus PMI yang terlibat dalam jaringan narkotika di luar negeri.

Namun, berbagai upaya tersebut dinilai belum menyentuh akar persoalan mendasar. Di tengah meningkatnya gelombang penempatan tenaga kerja Indonesia ke mancanegara, publik masih belum melihat adanya pembenahan struktural dalam sistem migrasi nasional—baik dalam hal perlindungan, pendataan, maupun diplomasi yang berpihak kepada pekerja di negara tujuan.

Jaringan Aktivis Nusantara (JAN) menilai, pemerintah masih memperlakukan pekerja migran sebagai objek semata, bukan sebagai subjek pembangunan. “Yang dikedepankan program, bukan sistem. Targetnya output, bukan keadilan bagi pekerja migran,” ujar Ketua JAN, Romadhon Jasn, di Jakarta, Senin (7/7). Menurutnya, pemerintah belum sepenuhnya menjalankan mandat sebagai pelindung PMI.

Program Migrant Center yang digagas Karding melalui kerja sama dengan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) juga tak lepas dari kritik. Meski pelatihan bahasa dan keterampilan dinilai penting, hingga saat ini belum ada kejelasan mengenai kurikulum yang memuat perlindungan hukum dan regulasi ketenagakerjaan lintas negara. Tanpa kejelasan tersebut, JAN khawatir program ini hanya akan menjadi simbol belaka yang mempercepat pengiriman tenaga kerja tanpa jaminan perlindungan yang memadai.

Langkah menggandeng Polri dalam penindakan TPPO memang patut diapresiasi, terlebih keberhasilan menggagalkan pengiriman 98 WNI secara ilegal ke luar negeri. Namun, menurut JAN, penanganan kasus TPPO seharusnya tidak berhenti pada pencegahan keberangkatan saja. Negara dinilai belum serius memikirkan proses rehabilitasi dan reintegrasi sosial bagi korban yang telah terjebak dalam perdagangan manusia. “Kalau hanya sibuk mengamankan pintu keberangkatan, bagaimana nasib mereka yang sudah telantar di negeri orang?” tanya Romadhon.

Karding juga sempat menyinggung banyaknya PMI yang terlibat dalam kasus narkoba di luar negeri, terutama yang berstatus ilegal. JAN menilai, hal ini seharusnya menjadi cermin lemahnya literasi hukum dan minimnya proses skrining oleh negara sebelum pemberangkatan. Romadhon mengingatkan agar isu narkoba tidak dimanfaatkan untuk mengalihkan perhatian dari tanggung jawab utama pemerintah dalam melindungi PMI. “Jika akar masalahnya adalah migrasi ilegal, solusinya bukan sekadar mempercepat pengiriman legal, melainkan memperkuat perlindungan dari hulu ke hilir,” tegasnya. Ia menambahkan, edukasi dan pengawasan harus dimulai sejak di tingkat desa, bukan hanya saat menjelang keberangkatan.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa ekosistem migrasi masih penuh tantangan: biaya pemberangkatan yang tinggi, proses birokrasi yang berbelit, lemahnya pengawasan terhadap agen, hingga ketiadaan data PMI yang akurat dan terintegrasi. JAN menilai, program-program populis tanpa indikator capaian yang jelas justru memperkuat ilusi bahwa negara telah hadir bagi pekerja migran.

Selain itu, JAN juga mengkritisi Kementerian PPMI yang dinilai tak transparan soal capaian konkret perlindungan PMI. “Berapa jumlah atase tenaga kerja yang benar-benar aktif? Berapa kasus kekerasan terhadap PMI yang berhasil diselesaikan? Berapa yang pulang membawa haknya secara utuh? Data-data ini tidak pernah terbuka,” tegas Romadhon. Menurutnya, kementerian lebih sibuk membangun narasi ketimbang melakukan evaluasi mendalam.

Romadhon menegaskan, tanpa sistem perlindungan yang komprehensif, migrasi justru menjadi tekanan sosial baru bagi rakyat kecil. “Negara harus hadir sejak sebelum proses migrasi dimulai, bukan sekadar muncul setelah krisis terjadi,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tutup