Viral Pernyataan Eks Wali Kota Lubuklinggau, Aktivis Kecam Gestur Seksual Tak Pantas
Otentikindonesia.id – Sebuah video yang menampilkan mantan Wali Kota Lubuklinggau, Prana Putra Sohe, memicu polemik di ruang publik.
Dalam siaran langsung di aplikasi TikTok yang kini viral, Prana menyebut bahwa “resep rahasia agar tetap muda adalah sering berhubungan intim” sembari memperagakan gestur simbolis seksual: ibu jari diselipkan di antara jari telunjuk dan tengah.
Gestur yang secara luas dikenal sebagai isyarat cabul itu sontak menuai kecaman.
Kalangan aktivis mahasiswa di Sumatera Selatan menilai tindakan tersebut melampaui batas kepantasan dan mencederai marwah kepemimpinan, apalagi dilakukan oleh tokoh publik yang pernah memegang jabatan strategis di pemerintahan.
“Ini bukan sekadar candaan. Pernyataan dan simbol itu vulgar, tidak pantas, dan merusak nilai kepemimpinan,” ujar Syafri, aktivis mahasiswa Sumatera Selatan, Jumat, 20 Juni 2025.
Gestur yang Tak Bisa Dianggap Remeh
Dalam literatur komunikasi nonverbal, gestur tersebut dikenal sebagai “fig sign” simbol seksual eksplisit yang secara internasional dianggap ofensif.
Dalam The Definitive Book of Body Language karya Allan & Barbara Pease, simbol itu dikategorikan sebagai bentuk pelecehan visual yang tidak layak ditampilkan di ruang publik.
Pakar etika publik, Dr. Syamsul Ma’arif, menegaskan bahwa seorang tokoh publik, apalagi mantan kepala daerah, semestinya menjaga bahasa tubuh agar sejalan dengan nilai etis jabatan yang pernah diemban.
“Simbol seksual di ruang publik oleh tokoh masyarakat adalah pelanggaran etika komunikasi,” kata Syamsul.
Berpotensi Langgar Etika dan Hukum
Beberapa ahli hukum menilai, meski tidak sedang menjabat, Prana Putra Sohe tetap dapat dimintai pertanggungjawaban etik sebagai tokoh politik.
Setidaknya, tindakan tersebut berpotensi melanggar:
UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN (prinsip kepantasan & kepatutan),
Kode Etik DPR, khususnya Pasal 2 dan 3 (menjaga kehormatan & martabat jabatan),
UU ITE Pasal 27 Ayat (1), terkait konten bermuatan kesusilaan di ruang digital.
Aktivis Akan Lapor ke MKD DPR
Menanggapi kegaduhan publik, sejumlah aktivis mengaku tengah menyiapkan laporan resmi ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI agar tindakan ini dievaluasi secara etik, meskipun Prana saat ini tidak menjabat sebagai anggota DPR.
“Langkah ini bukan soal personal, tetapi demi menjaga ruang publik dari normalisasi kelakuan vulgar,” ujar Syafri.
Tiga Seruan Moral dari Aktivis Mahasiswa
1. Permintaan Maaf Terbuka
Prana Putra Sohe diminta menyampaikan klarifikasi dan permintaan maaf secara resmi kepada masyarakat.
2. Sikap Tegas Lembaga Sosial dan Etik
DPRD, ormas kepemudaan, dan tokoh adat diharapkan bersuara atas insiden ini.
3. Pendidikan Etika Komunikasi Publik
Semua tokoh publik diimbau menjaga perilaku dan ucapan, terutama di era digital.
Kepemimpinan Bukan Ruang Lelucon Cabul
Kejadian ini menegaskan bahwa dalam era digital, setiap ucapan dan gestur publik adalah jejak yang tak mudah dihapus.
Ketika vulgaritas digunakan sebagai bahan lelucon oleh tokoh masyarakat, yang tercoreng bukan hanya reputasi pribadi, tapi juga martabat kolektif kepemimpinan.
“Menjadi pejabat, baik aktif maupun purnatugas, bukan sekadar soal kuasa, tapi juga soal tanggung jawab etika,” pungkas Syafri.